Pemuda "Handsome"

Hari ini bila orang menyebut "pemuda ganteng" besar kemungkinan pikiran selanjutnya adalah seorang artis jago nyanyi dan akting, atau seorang olah ragawan yang biasa tampil di medan pertandingan, atau peragawan yang melenggang lenggok di atas pentas yang ditonton orang ramai.Lanjutkan bacanya ya.

Berawal Dari Mimpi

Sebuah rencana meraih cita-cita,rencana menggapai mimpi yang tak terhingga,mimpa apakah itu??,read more.

MMI Production

Video kajian ahad pagi yg diproduksi oleh MMI Isykarima. Apa sih MMI itu? monggo dibaca sekilas infonya.^^.

Pilih Cara Matimu

Kisah yg tak bosan-bosannya admin baca. Kisah apa itu??? bacalah,semoga kembali ingat dan istiqomah.

Rahasia Ustadz Kita

Menjadi besar dan hebat seperti ulama' terdahulu pasti ada rahasianya kan. Begitu juga dengan ust yg satu ini. mau tahu siapa dan apa rahasianya. Klik di foto ^^

Mencetak hafidz yg Ilmuwan

Berikut hasil investigasi yg dimuat dimajalah isra UII,mau baca,klik disini.

Kamis, 11 Oktober 2012

Rahasia Ustadz Kita

Ketemu lagi kita fren. Sekarang disini kita mau membongkar rahasia ust kita. Yang mana rahasia ini membawa kepada sang ustadz mencapai tingkat pendidikan S3. Dan semua gelar sarjana didapat dengan beasiswa. hmmm mau tahu kan,Yap,beliau adalah Ust DR Mu’inudinillah Basri, MA . Kita akan sedikit mengungkap rahasia dr beliau nih. Rahasia ini datang dari ibunda beliau. Yuk,kita baca dgn seksama hasil wawancara ibunda ust Muin dgn majalah Hidayatullah. Semoga menjadi Inspirasi dan Penyemangat bersama.

Hj. Musa’adah : Kekuatan Doa dan Shalat Lail Ibu

ilustrasi
Sendirian mengantarkan delapan anaknya menjadi orang berilmu dan shalih. Salah seorang di antaranya bahkan menjemput syahid.
Hari itu, 30 tahun lalu, duka menyelimuti Musa’adah. Muhammad Basri, suaminya tercinta dipanggil Allah. Ia ditinggali enam orang anak dan bayi yang masih dalam kandungan (belakangan diketahui anak yang di dalam kandungan itu kembar dua). Status janda saja sudah menjadi beban tersendiri, apalagi ditambahi delapan anak yang masih kecil-kecil, jelas itu beban yang amat berat. Namun Sa’adah, demikian biasa dipanggil, tak ingin lama-lama larut dalam kesedihan. Bagaimanapun, kehidupan harus berjalan terus.
             Syukurnya, semasa hidupnya, Basri membuka toko kelontong di Kartasura Solo, Jawa Tengah untuk menafkahi keluarganya. Namun, setelah ia meninggal, toko itu lambat laun mengalami kemunduran hingga bangkrut. Sa’adah pun memboyong anak-anaknya ke Tempursari Solo, tanah kelahirannya.
Di Tempursari segala usaha dilakukan perempuan yang lahir 66 tahun lalu ini, mulai dari buka warung kecil-kecilan hingga tukang kredit pakaian. Selama menikah dengan Basri, Sa’adah hanya fokus dalam mengasuh dan merawat anak-anaknya. Kini, ia harus memeras keringat dan membanting tulang, demi buah hatinya.

Tiap malam ia mengadu kepada Allah Ta’ala agar diberi kemudahan dan ketabahan dalam menjalani hidupnya. Ia sadar, predikat janda masih dianggap sebelah mata oleh orang-orang sedesanya. Oleh karena itu, ia bertekad mengantarkan anak-anaknya meraih pendidikan setinggi-tingginya.
Dalam menjalankan usaha kreditan baju, Sa’adah mengaku hanya bermodal kejujuran dan amanah. “Kalau kita tidak jujur, rezeki itu tidak akan berkah. Saya hanya mencari keberkahan walaupun sedikit,” katanya.
Sa’adah bersyukur, ketika ditinggal suaminya, ia tidak memiliki hutang sepeser pun. Ia juga berusaha agar tidak berhutang, bagaimanapun sulitnya penghidupan yang ia hadapi. “Saya paling takut kalau punya hutang,” prinsipnya.

Doktor yang Hafidz Qur’an

DR Mu’inudinillah Basri, MA

Buah keteguhan hati dan kerja keras yang diiringi doa pada Sang Kuasa, akhirnya membuahkan hasil. Sa’adah mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi orang-orang berilmu. Dua di antaranya bahkan meraih gelar doktor, DR Mu’inudinillah Basri, MA (putra kedua) dan DR Setiawan Budi Utomo, MM (putra ketiga). “Alhamdulillah, semua ini berkat rahmat Allah. Kalau tidak, mana mungkin bisa. Apalagi kalau dihitung secara matematis,” ujarnya.
Rata-rata anak Sa’adah mendapatkan beasiswa ketika menempuh studi S1. Mu’in dan Budi bahkan dapat beasiswa hingga ke jenjang S3. Mu’in dapat beasiswa sejak di LIPIA Jakarta. Berbekal prestasinya yang mengagumkan, selalu peringkat pertama, ia ditawari melanjutkan studi S2 di Saudi Arabia. Tak hanya S2, di negeri petro dolar itu pula Mu’in mendapatkan gelar doktornya. Demikian pula dengan Budi, semua jenjang pendidikannya, mulai dari S1 hingga S3 ditempuh dengan mendapatkan beasiswa.

DR Setiawan Budi Utomo, MM
Sa’adah memang lebih mementingkan pendidikan agama bagi anak-anaknya ketimbang pendidikan umum. Anak-anaknya ia sekolahkan di madrasah dan pondok pesantren. “Sejak dulu saya bercita-cita punya anak-anak yang jadi ulama,” katanya.
Ia pun mengarahkan mereka supaya belajar secara serius dan sungguh-sungguh agar mendapatkan beasiswa. Sa’adah sadar akan kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Oleh karena itu, ia meminta anak-anaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan belajar.
Selain itu, alasan lain yang membuatnya lebih memilih pendidikan pesantren ketimbang pendidikan umum adalah ingin melihat anak-anaknya bisa menghafal al-Qur’an. Setiap malam, ketika shalat Tahajjud, Sa’adah selalu berdoa agar anak-anaknya bisa jadi hafidz (penghapal al-Qur’an). Doa Sa’adah dikabulkan Allah, empat anaknya berhasil hapal al-Qur’an. Mereka adalah Mu’inudinillah Basri, Setiawan Budi Utomo, dan si kembar Ahmad Syaifuddin dan Ahmad Nurdin (almarhum). “Alhamdulillah, saya bersyukur karena doa saya dikabulkan,” ujar Sa’adah haru.

Menurut nenek tujuh belas cucu ini, hal terpenting yang ia tekankan pada anak-anaknya adalah tentang keseriusan dan kedisiplinan serta tidak melupakan shalat lima waktu. Hal inilah yang dapat mengundang rahmat dan berkah Allah Ta’ala.
Mujahid
Salah satu putra Sa’adah, Ahmad Nurdin menjemput syahid di bumi jihad, Ambon pada tahun l999. Nurdin berangkat ke Ambon ketika situasi sedang panas-panasnya, dimana pembantaian terhadap umat Islam tengah menjadi-jadi. Kuliahnya yang baru memasuki tahun kedua di LIPIA Jakarta, ia tinggalkan demi membela saudara sesama Muslim. “Ia meminta izin pada saya mau membantu orang Islam di Ambon,” tutur Sa’adah mengenang kepergian putra bungsunya itu.
Dan ternyata, itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Ahmad Nurdin. Di tengah berkecamuknya perang, Nurdin terkena tembakan di beberapa bagian tubuhnya; di dada, perut dan paha. Tak lama tertembus peluru, lajang yang suka menolong orang itu pun menjemput syahid dan langsung dimakamkan lengkap dengan pakaian yang ia kenakan, tanpa dikafani. “Bau tubuhnya harum ketika akan dimakamkan. Itu yang dituturkan teman-temannya pada saya,” kata Sa’adah.

Hal inilah yang menguatkan dan menabahkan hatinya hingga tidak terlalu larut dalam kesedihan. Kata Sa’adah, “Mati syahid adalah cita-cita tertinggi setiap orang beriman. Dan anak saya bisa meraihnya.” Salah satu hal yang selalu terkenang di hati Sa’adah akan putranya itu adalah keistikomahan Nurdin yang selalu menjalankan puasa Sunnah Senin-Kamis.
Sejak meletusnya kerusuhan di Ambon, Nurdin tidak pernah makan nasi. Ia hanya mengonsumsi sayuran. “Katanya, ia tidak mau makan nasi sebelum dapat memberikan bantuan kepada orang-orang Muslim di Ambon,” ujar Sa’adah mengulang kata-kata almarhum.
Hingga kini Sa’adah tidak pernah tahu dimana putra bungsunya itu dimakamkan. Namun ia mengaku ikhlas dan pasrah kepada Allah. Sebagaimana lazimnya kehilangan orang-orang terkasih, Sa’adah juga dilanda kesedihan, namun ia tak mau larut dalam duka. “Kepada-Nya kita semua akan kembali. Kalau diratapi juga tidak akan mengembalikan anak saya. Sudahlah, besok di akhirat juga kita akan bertemu.” ujarnya tabah.

Sa’adah merasa bangga dan bersyukur. Baginya, mati syahid tidak akan terjadi begitu saja. Dicari malah tidak ketemu, meski terus berperang dan berjihad. “Itu adalah takdir dan rahmat Allah,” ujarnya seraya mengisahkan panglima perang Islam, Khalid bin Walid, yang terus memburu syahid dalam perang, namun meninggal di atas tempat tidur.
Satu hal yang dipesankan Sa’adah. Jagalah lidah agar tidak mengeluarkan omongan yang tidak baik. Karena, kata Sa’adah, ucapan adalah doa.
Ia sering miris melihat orang lain mengatai anak-anaknya dengan kata-kata yang buruk ketika anak-anaknya berbuat nakal. “Saya sampai istighfar berkali-kali jika melihat hal demikian, karena saya sendiri tidak pernah mengatai anak-anak dengan sebutan yang buruk. Makanya, hati-hati kalau berkata-kata yang tidak baik pada anak-anak!” pesannya.
Sa’adah juga selalu mendidik anak-anaknya agar peduli dan berempati dengan penderitaan orang lain. Menurutnya, setiap memperoleh rezeki, kita harus sadar bahwa di situ ada hak orang lain. “Jangan eman (sayang) dalam membantu orang!” nasehat yang selalu ia sampaikan. *Chairul Akhmad/Suara Hidayatullah APRIL 2008

Kamis, 04 Oktober 2012

Liputan Khusus :Dakwah di Kaki Lawu

(investigasi Ponpes Isy Karima, Karanganyar)



Pondok Pesantren Isy Karima berdiri sejak tahun 1998. Meski masih tergolong muda, pesantren ini menjadi buah bibir karena sejumlah prestasinya. Sebagaimana nasib pesantren sehaluan, Isy Karima juga tak lepas dari pro-kontra. Namun demikian, Isy Karima terus berkembang pesat dengan berbagai trobosannya.

Lawu nampak berkabut siang itu. Di kakinya, masyarakat menggantungkan hidup pada alamnya yang subur dan indah. Tak terkeculai Karni yang mengais rezeki dari para pelancong. Ia berjualan makanan dan kopi di warung pinggir jalan raya Karangganyar-Tawangmangu. Wisatawan yang akan atau telah mengunjungi obeyek wisata Grojogan sewu biasanya mampir ke warung kecilnya.

Karni lahir dan besar di tempat ia mengais rejeki kini. Segala sesuatu yang terjadi di kampungnnya, tak banyak yang ia lupa. Masyarakat Lawu, termasuk di Kecamatan Karangpandan, tempat Karni tinggal memang cenderung hidup pas-pasan. Jika ada rumah mewah atau restoran berkelas itu adalah milik  para saudagar atau pejabat dari Surakarta dan sekitarnya. Sementara penduduk asli kebanyakan berprovesi sebagai petani atau pedagang.
Karangpandan sebagai salah satu dari 17 kecamatan di Kabupaten Karanganyar mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik. Ini karena Karangpandan masih termasuk dalam wilayah wisata yang berpusat di Kecamatan Tawangmangu. Seiring berkembangnya pariwisata, kecamatan dengan jumlah penduduk 39.766 jiwa itu juga ikut bergeliat. Dengan luas wilayah 34,11 km², Karangpandan mampu secara perlahan bangkit dari ketertinggalan yang identik dengan masyarakat di wilayah pegunungan.
Pertumbuhan wilayah di kaki Lawu itu paling terasa akhir-akhir ini. Kala masih dalam belenggu kemiskinan, kepapaan itu mau tak mau ke mempengaruhi banyak hal termasuk dalam hal keyakinan. Konon, dahulu kala masyarakat Karangpandan mayoritas adalah masyarakat “Abangan” – istilah bagi penganut aliran kejawen – yang labil. Situasi itu lantas membuat Karangpandan sebagai medan perebutan pengaruh dari sejumlah lembaga keagamaan.
Karni ingat betul tatkala sebuah lokasi peribadatan dibangun bernama El-Betel. Situs tersebut adalah tempat peribadatan sekaligus wisma. El-Betel pada awalnya diperuntukan sebagai pusat pendidikan agama di Karangpandan. Lokasinya tepat di pinggir jalan raya. Sebuah bangunan menyerupai kastil menjulang lengakap dengan ornamen khas benteng di Eropa. Di kompleks El-Betel terdapat sejumlah wisama untuk menginap, temapat peribadatan, bahkan gua-gua kecil dengan design menyerupai gua alam.
Namun demikian, Karni enggan menceritakan lebih lanjut tentang sejarah El-Betel. Ia hanya mengatakan mayoritas warga kampungya adalah muslim. “Hanya satu yang non,” tuturnya. Meski muslim, Karni menilai jika warganya dahulu belum terlalu memahami agama secara baik. Masjid pun sangat jarang apalagi pengajian rutin dan semacamnya. “Saya pake kerudung juga belum terlalu lama,” tambah Karni sembari bercanda. Ia juga menceritakan soal kerudung dan pakainnya yang biasa pun tak besar. Saat itu Karni bahkan mengenakan celana blue jeans.
Karni mulai berjilbab setelah rutin mengikuti pengajian rutin yang diadakan pesantren di dekat warungnya. Sekitar tahun 1998, pesantren itu beridiri dan Karni menjadi jamaah setianya. Meski kostum Karni cukup berbeda dengan jamaah lainnya yang berjilbab besar dan beberapa diantaranya memakai cadar, ia mengaku tetap nyaman. “Yaseperti ini lah. Yang penting nutup aurat,” ucap wanita kelahiran 1972 ini. Tidak ada keharusan di pengajian itu untuk berbusana layakanya jamaah pesantren itu secara umum. Isy Karima, demikian nama pesantren tersebut.
Keberadaan pondok pesantren Isy Karima menurut Karni sangat membawa manfaat. Para santri dan ustadznya tak hanya terkungkung di kompleks pesantren tapi juga mambaur dengan warga. Para ustadzanya sering mengisi ceramah di masjid-masjid sekitar pondok. Tak hanya itu, para santrinya juga aktif mengajar TPA bagi anak-anak kampung tak terkecuali putra putri Karni. Beberapu wanita kampung Karni bahakn diperisteri oleh ustadz pondok tersebut.
Bagi Karni sebagai seorang muslim, keberadaan pesantren itu mampu membentengi warga di kaki Lawu untuh berubah keyakinan. Ia memang tidak merasakan sendiri adanya usaha dari oknum organiasasi tertentu untuk membuatnya menanggalkan keislamannya. Namun, Karni tak memungkiri jika ada usaha semacam itu. Terlebih di kecamatan Karangpandan dan Tawangmangu kini berdiri banyak pusat-pusat keagamaan yang aktif.
Faidz Ahmad Holiz, alumni Isy Karima yang tengah menjalani program pengabdian tak menyangkal jika masih ada perebutan pengaruh di Karangpandan. Usaha itu terkadang dianggap sebatas isu. Namun bagi Faidz, kegiatan yang mengarah pada usaha berpindahnya keyakinan seseorang bukan isapan jepol belaka. “Mereka baru aktif saat hari perayaannya. Atribut mereka keluar,” tutur Faidz. Meski demikian, tidak pernah terjadi gesekan yang berarti antara Isy Karima dengan lembaga keagamaan lain. “Mereka punya strategi, kami juga punya strategi,” tambah pemuda 19 tahun ini. Uniknya, beberpa waktu lalu pihak El-Betel berniat menjual kompleksnya kepada Isy Karima. Namun, pesantren saat itu tidak memiliki dana yang cukup dan pemebelian itu tidaklah mendesak.
Strategi itu bukanlah strategi yang rumit. Isy Karima melakukannya dengan memantapkan keimanan masyarakat sekitar. Salah satunya dengan mengutus santri-santrinya membimbing TPA di wilayah sekitar pondok. Santri yang diutus adalah mereka yang telah khatam tahfidznya. Ini agar ilmu mereka mantap dan santri tak tak terganggu proses menghafalnya. Sampai saat ini kegiatan tersebut menadapat tanggapan yang baik.
Bagi Faidz, selain meberikan manfaat bagi umat, kegiatan mengajar TPA itu menjadi pembelajaran tersendiri. Ia diajarkan untuk berhadapan dengan lapangan dakwah secara langsung. Asam garam bisa dicicipi dari proses tersebut. Faidz tak mengelak jika terkadang perbedaan antara Isy Karima dengan mayoritas warga Karangpandan terkadang menui tanya. Kostum santri Isy Karima yang syari beberapa kali mengusik tanya. “Setelah kami jelaskan mereka bisa mengerti,” ucapnya. Pakaian syar’i itu malah semakin banyak dikenakan warga kini.

****
 Kaki Lawu tetaplah sejuk dan indah. Di salah satu lerengnya berdiri bangunan nan megah. Kubah disetiap atapnya memantulkan cahaya mentari yang berkilauan. Dua buah menara menjulang tinggi mendampingi sebuah masjid cantik ditengah kompleks itu. Sebuah bendera merah putih berkibar gagah ditengah halamannya yang luas. Di salah satu bangunan tersebut tertulis papan nama “Pesantren Tahfidzul Qur’an Isy  Karima”. Itulah pesantren kebanggaan Karni dan umat Islam di Kecamatan Karangpandan.
Pesantren Isy Karima berdiri sejak tahun 1998. Meski masih tergolong muda, pesantren ini telah banyak menuai prestasi dan banyak menjadi buah bibir. Sebagaimana nasib pesantren sehaluan, Isy Karima juga tak lepas dari pro-kontra. Namun demikian, Isy Karima terus berkembang pesat dengan berbagai trobosannya.
Awalnya, lokasi Isy Karima adalah persawahan dan kebun semangka di pinggir jalan raya Karanganyar-Solo. Hingga suatu saat tanah itu dibeli oleh seorang dokter kenamaan asal Solo, Tunjung. Dokter ahli ortopedi itu awalanya ingin membuat kebun itu sebagai tempat singgah tatkala ia melakoni hobinya bersepeda. Tiap libur, Tunjung secara rutin bersepeda dari hingga Tawangmangu. Untuk melepas lelah ia biasanya beristirahat di lokasi tersebut.
Singkat cerita ada seorang syeh dari timur tengah tengah berlibur ke Tawangmangu. Ia mengutarakan ingin mendirikan sebuah masjid di wilayah Karanganyar. Tunjung memandang jika akan lebih baik jika tanah pertaniannya di Karangpandan didirkan masjid. Sekitar tahun 1996, masjid tersebut akhirnya berdiri. Masjid itu adalah masjid yang kini menjadi bagian dari kompleks Isy Karima.
Siahabudin, direktur Isy Karima bercerita jika keberadaan masjid yang megah itu awalnya memperihatinkan. Seringkali fungsi masjid itu malah tak seperti seharusnya. Masjid yang luas dan indah itu hanya menjadi tempat bersinggah para pelancong. “Itu tempat ampiran orang ke toilet saja,” tutur pria yang menginjak usia 36 tahun ini. Acapkali, masjid tersebut malah menjadi tempat pasangan muda-mudi tanpa tujuan yang jelas.
Wajar kirangya keberadaan masjid tak semakmur sesuai harapan. Masyarakat setempat saat itu sangat awam agama. Mayoritas penduduk memang adalah muslim tapi sangat jarang yang memahami agama. “Saat itu di sini tak terdengar suara azan sama sekali,” kata Sihabudin. Kondisi itu lantas membuat pemilik lahan, Tunjung prihatin dan ingin agar masjid tersebut dimakmurkan.
Sekitar tahun 1998 Sihabudin bersama Narno dan Salman memulainya dengan mengajar TPA. Sekian waktu mereka mulai berwacana untuk membuat pesantren. Meski sedang gencar-gencarnya isu ninja – pembunuhan tokoh islam saat lengsernya orde baru – mereka tetap gigih dengan mimpi mendirikan pesantren. Tunjung pun mengamini.
Sejumlah pihak dari berbagai organisasi menawarkan konsep yang kiranya cocok. Ada yang mengusulkan pendirian Islamic Center. Pun ada yang menawarkan konsep pesantren layaknya Al Mukmin Ngruki. Namun Tunjung melihat beberapa konsep tersebut terlalu berat. “Pak Dokter (Tunjung, Red.) melihat konsep itu terlalu tinggi,” kata Sihabudin yang kini adalah menantu dari Tunjung ini. Hingga akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan pesantren tahfidz. “Punya satu ustadz besok nyari 20 santri besok sudah bisa mulai,” tambahnya. Sihabudin sendiri saat itu telah menjadi hafidz.
Pesantren itu awalnya memiliki 16 orang santri. Dalam jenjang pendidikan pesantren, Isy Karima saat itu adalah mahad ali. Dua tahun berlalu dan Ke-16 santri itu telah menjadi hafidz. Sihabudin pun mulai bertanya mau dibawa kemana Isy Karima. “Piye, iki ilmuku wis entek, Kita mau bubar apa pulang,” candanya mengenang kala itu. Beberapa santri awal itu adalah mereka yang menjadi ustadz Isy Karima kini. Mereka akhirnya sepakat untuk membuat aliyah meski dengan pengalaman yang amat minim untuk membuat sekolah. Keyakinan bahwa mengajarkan ilmu adalah mulialah yang membuat tekat itu membulat. “Kamu mengajarkan qur’an tok, bisa 20 orang per tahun, ganjaranmu di depan Allah itu sama kaya Doktor,” tutur Sihabudin mengutip nasihat Kiainya.
Suatu hari ada seorang Syeh mampir di masjid Isy Karima. Ia bertemu dengan Sihabudin dan berbicara banyak soal Isy Karmia. Syeh tersebut menasihati Sihabudin untuk menuntu ilmu di timur tengah agar Isys Karima bisa berkembang. Yayasan juga meminta Sihabudin untuk bergegas melanjutkan pendidikannya. Berhuntung, tatkala ia diundang ke pesantren Tambak Beras, Siahabudin singgah di Jombang dan bertemu Gus Mawahid yang pensiunan KBRI Syria. Gus Mawahid memberi rekomendasi agar Sihabudin bisa belajar di timur tengah. Sihabudin akhirnya bisa melanjutkan belajarnya ke Damaskus.
Kondisi Isy Karima yang untuk sementara Sihabudin tinggal semakin memburuk. Santri Isy Karima mencapai 50 orang namun kurang terurus. Beberapa ustadz juga memilih untuk mengajar di tempat lain. Hingga akhirnya dua tahun berlalu dan Sihabudin pun sampai di tanah air. Mengingat kondisi yang demikian yayasan mengangkatnya sebagai mudir (kepala pesantren).
Butuh sekitar dua tahun untuk membuat Isy Karima setabil. Meski tanpa kejelasan konsep di awal, dengan belajar sembari berjalan, Isy Karima menemukan sistemnya sendiri. “Dulu membuat surat saja kita tidak bisa,” tutur lulusan pesantren Karang Asem, Lamongan ini. Segenap pengurus Isy Karima pun rajin mengikuti pelatihan dan seminar mengenai manajemen pengelolaan pendidikan.
Menginjak usia kedelapan, Isy Karima telah matang dan di tahun kesembilan mereka mulai mengembangkan sayap. Proses tersebut relatif cepat karena jajaran Isy Karima adalah satu akantan yang kompak. “Dulu tidak terkonsep menjadi konsep.  Itulahasbabul nuzul,” ujar Sihabudin. Di tahun itu juga lulusan Isy Karima mampu menembus untuk belajar di timur tengah. Beberapa dari mereka melanjutkan di Arab Saudi yang bermahzab wahabi. Sebagian lainnya belajar di Syria yang dikenal berhaluan Syafii. “Ada yang bertanya ini pesantren apa? Kiblatnya kemana? ya kiblatnya ke kabah,” canda ayah dua anak ini. Sihabudin juga menegaskan jika Isy Karima itu netral.
Sekitar tahun 2008 sejumlah ustadz Isy Karima berkesempatan menunaikan ibadah haji. Saat itulah Isy Karima mulai menjalin hubungan yang serius dengan para Syeh timur tengah. Kala itu, Isy Karima juga berkesempatan menjadi anggota dari lembaga tahfidz internasional yang berpusat di Jedah. Oragniasasi itu bernggotakan 60 negara. Isy Karima mendapat banyak akses untuk mengenal pesantren-pesantren tahfidz dari seluruh dunia. Hubungan itu membuka kesempatan bagi santri Isy Karima untuk mendapat beasiswa ke timur tengah. Tak hanya itu, Sihabudin dan rekannya juga bisa membangun relasi dengan para syeh yang berpengaruh.
Perkembangn Isy Karima yang begitu pesat tak hanya menguntungkan bagi lembaga tapi juga masyarakat sekitar pondok. Tiap hari Minggu, Isy Karima mengadakan pengajian bertajuk Ahad Pagi. Jamaah yang hadir ratusan dari sekitar Surakarta tak terkecuali warga Karangpandan. Dalam pengajian itu Isy Karima juga memberikan bantuan bagi jamaah yang kurang mampu. Harapannya adalah agar masyarakat lebih kuat keislamannya.
Disinggung soal isu kristenisasi yang marak di sekitar kaki Lawu, Sihabudin menyiratkan jika tak ada yang perlu dihawatirkan. Meski banyak pusat lembaga Kristiani di sekitar Karangpandan, itu tak membawa dampak yang signifikan bagi umat. “Di depan ada (umat Kristiani, Red.) yang berjualan. Tidak jauh dari sini juga ada El-Betel,” katanya. Tidak pernah terjadi konflik baik dengan umat maupun lembaga agama lain. Isy Karima lebih fokus untuk memperbaiki umat Islam.
Sihabudin juga menyayangkan terjadinya konflik yang seringkali mengandalkan kekerasan dalam menghadapi perbedaan keyakinan. Baginya, akan lebih baik jika umat Islam lebih fokus dalam meningkatkan derajatnya daripada berlaku reaktif. “Rosululah saja hidupnya berdampingan dengan orang yahudi kok,” tuturnya. Ia justru mengingatkan jika mungkin saja isu keagamaan bersifat politis. “Ya kalau diladeni kita capek sendiri,” tambah Sihabudin. Ia menyaran jika persoalan seperti itu lebih baik diselesaikan secara prosedural.
Kedekatan Isy Karima dengan timur tengah menjadi musabab isu yang mengaitkannya dengan terorisme. Bagi Sihabudin tuduhan tersebut mengada-ada. Menurutnya para syeh yang menjadi panutan Isy Karima adalah ulama yang tak sepakat dengan faham terorisme. “Masayeh yang dari Saudi itu semuanya anti terorisme,” pungkas Sihabudin.
Fauzul Mubin, ustadz sekaligus humas Isy Karima mengaku jika tuduhan yang mengaitkan Isy Karima dengan terorisme memang beberapa kali terjadi. Pernah suatu saat Isy Karima dituduh memiliki bunker (ruang bawah tanah). Piahak intelejen mengatakan bahwa dari pengindraan satelit terdapat ruang semacam bunker di kompleks Isy Karima. “Bangunan kita itu berada di tanah yang menurun. Kalau diratakan berapa duit kita mesti keluar?” kata Fauzul. Sebagian besar bangunan Isy Karima memang menurun. Jika dilihat dari depan nampak seperti bangunan satu lantai tapi sebenarnya empat tingkat  kebawah.
 Pada suatu kesempatan masjid Isy Karima disinggahi rombongan anggota Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Mereka sekedar mendirikan solat. Namun, kepolisian menilai jika Isy Karima tengah menyiapkan aksi terorisme. Akhirnya sejumlah intel mencoba masuk namun dengan tegas Isy Karima menolak. “Ini wilayah kami kok,” ujar pria 32 tahun ini. Kepolisian juga pernah menuduh ada 10.000 mujahid tengah melakukan rapat di Isy Karima. “Saya telfon mereka (Polisi, Red.) untuk segera datang. Logikanya nggakmungkin 10.000 orang bisa bubar dalam hitungan menit,” tambah Fauzul.
Kejadian paling unik menurut Fauzul adalah ketika Isy Karima dituduh memiliki peluncur roket. Pihak keamanan menuduh Isy Karima menjadi markas dari rencana aksi terorisme. “Padahal itu rock climbing (papan panjat dinding),” kenang Fauzul sembari tertawa terbahak. Tuduhan polisi kepada Isy Karima terkait terorisme seriang mengada-ada dan tak pernah terbukti. “Saya ngobrol sama komandan Polisi. Saya ngomong mbok kalo punya intel itu disekolahin dulu biar pinter,” canda sosok jenaka kelahiran Magelang ini.
****
Pipin Ardiana tengah menunggui dagangannya. Ia menghadap komputer menghitung labanya hari itu. Toko Na’imah yang ia jaga menyediakan camilan, minuman, hingga baju muslim dan buku-buku mengenai Islam. Tepat di sebrang jalan, berdirilah El-Betel, wisma dan temapt beribadah umat kristiani. Menurut Pipin, El-Betel ramai jika hari libur. Banyak acara keagamaan yang diadakan di tempat yang telah berdiri pulahan tahun lalu ini.
elbetel
Letak El-Betel hanya terpaut sekitar 20 meter dari Isy Karima. Namun, menurut Pipin keduanya melakukan kegiatan sendiri-sendiri tanpa adanya masalah. Meski tokonya menjual peralatan muslim, Pipin mengaku jika banyak pengunjung El-Betel yang berbelaja. “Mereka membeli makanan dan minuman,” tutur remaja 17 tahun ini. Pemiliki toko Na’imah yang pipin jaga juga jamaah pengajian di Isy Karima. “Tidak pernah terjadi hal yang macem-macem,” tambah Pipin.
Wilayah Karanganyar, khususnya Kecamatan Karangpandan terhitung cukup kondusif. Meski cukup beragam, masyarakat Karangpandan mampu dewasa dalam menyikapinya. Hal itu juga diakui oleh Parman, salah seorang polisi yang bertugas di Polres Karangpandan. Menurut Parman, tidak pernah terjadi gangguan kemanan yang serius di wilayah tugasnya. “Karangpandan aman terkendali,” tuturnya.
           Ketika disinggung ihwal Isy Karima, Parman berkisah jika selama puluhan tahun bertugas di Karangpandan ia tak pernah mendapati laporan yang negatif. Ia juga sempat beberapa kali ditugasi untuk berjaga di Isy Karima. “Kalau ada acara-acara besar kami ikut mengamankan,” kata pria asli Pacitan, Jawa Timur ini. Menurutnya Isy Karima juga pro-aktif terhadap kepolisin. Tiap kali mengadakan kegiatan, Isy Karima selalu mengajukan surat izin.


Diterbitkan di Majalah Isra', Pusham UII

Liputan Khusus: Mencetak Hafidz yang Ilmuan

(investigasi Ponpes Isy Karima, Karanganyar)

Isy Karima berhasil memadukan pendidikan Al Qur’an dengan ilmu pasti secara baik. Sejumlah alumninya kini tersebar di perguruan tinggi terkemuka baik dalam maupun luar negeri. Membumikan Al Qur’an adalah cita-cita yang terus Isy Karima kejar.
isykarima kala senja


Telapak kaki Yusuf mulai terasa sedikit melepuh. Untungnya ia hanya mengenakan sandal, setidaknya lebih nyaman ditimbang sepatu. Beberapa kawannya yang bersepatu melepuh lebih parah. Melepuh kiranya wajar karena Yusuf serombongan berjalan sangat jauh. Berjalan dari Pantai Parangtritis, DIY menuju Pesantren Isy Karima di Karanganyar tentu perjalanan yang tak dekat. Yusuf dan santri lainnya mesti menempuh setidaknya 140 kilometer dalam waktu tiga hari.

Dalam rentang tiga hari tiga malam itu rombongan Yusuf tak melulu berjalan. Ketika jam Sholat, makan, dan tidur mereka menepi sejenak. Tempat perhentian pun dipilih yang bisa menambah pengalaman dan ilmu. Pesantren Ibnul Qoyim di Piyungan, Bantul, DIY menjadi tempat singgah pertama. Persinggahan berikutnya adalah pesantren atau pusat dakwah Islam lainnya seperti Islamic Centre di Solo.
Letih tak terasa bagi Yusuf. Perjalanan itu lebih ia nikmati sebagai tamasya plus olahraga dan ilmu. “Kami justru senang,” ucap Yusuf mengenag Long March di bulan Desember tiga tahun lalu itu. Kala itu pemuda 19 tahun baru saja masuk Isy Karima. Kegiatan Long March Parangtritis – Karangpandan itu adalah program rutin bagi santri baru. Itu salah satu dari program pengenalan dan persiapan bagi santri baru.
Fisik dan mental sama-sama ditempa kala menyusuri jarak ratusan kilometer dengan berjalan kaki. “Ya, jadi nggak mudah mengeluh. Melatih kesabaran juga untuk kesehatan,” tambah remaja yang kini duduk di kelas tiga ini. Tujuan utama Long MarchParangtritis – Karangpandan adalah untuk membentuk karakter santri Isy Karima. Santri diharapkan termotifasi untuk belajar sungguh-sungguh dan pantang menyerah. “Kita bisa tahu lapangan dunia dakwahh itu seperti apa,” pungkas Yusuf.

Selain program long march, program lainnya dalam pembentukan karakter santri Isy Karima adalah kemah pelatihan ketahanan di alam terbuka. Tak main-main, kegiatansurvival itu dilaksanakan di lokasi pelatihan standar pasukan Brimob dan TNI di lereng gunung Lawu, tepatnya di wilayah Ndringo, Tawangmangu. Survival dilaksanakan selama satu minggu, tiga hari pemberian materi dan empat hari selanjutlanya paraktik. Peserta dilepaskan ke alam terbuka tanpa bekal apapun. Seperti tentara, mereka mesti bertahan hidup dengan memanfaatkan segala yang ada di hutan. 

Santri Isy Karima memang dididik keras untuk menjadi intelektual muslim yang tangguh. Program pendidikan tidak hanya terpusat pada soal menghafal qur’an tapi juga mental dan ilmu pengetahuan. Fauzul Mubin, pengajar sekaligus humas Isy Karima mengistilahkan pendidikan pesantrenya adalah untuk menciptakan hafidz yang ilmuwan. “Ya, kami harap anak-anak menjadi hafidz tapi dokter, hafidz tapi enginering, hafidz tapi peneliti,” ucap semangat Fauzul. Terbukti, sejumlah santri Isy Karima mampu diterima di perguruan tinggi ternama. “Kalau alumni kita ada di ITB, UGM, ITS, IPB. Rata-rata ambilnya teknik,” tambah pria 27 tahun ini.

Dalam prorses pembelajaran, Isy Karima memadukan pendidikan hafalan qur’an dan materi pendidikan formal secara disiplin. Materi dan kurikulum pendidikan formal yang dianut bahkan mengacu Diknas. Layaknya sekolah lanjutan atas pada umumnya, Isy Karima juga mengadakan penjurusan pun ujian. Untuk penjurusan, pesantren tegas menentukan hanya jurusan IPA. Sementara untuk ujian semester dan ujian akhir, Isy Karima mengikuti kurikulum yang ada. “Alhamdulliliah belum pernah ada yang tak lulus UN,” tutur Fauzul. Meski demikian, syarat hafalan qur’an tetap menjadi penentu naik kelas atau tidaknya seorang santri. “30 juzz dulu, baru bisa ikut ujian nasional,” canda pria humoris kelahiran Magelang ini.

Meski model pendidikan Isy Karima terbilang disiplin, pesantern mencoba memahami keadaan santrinya. Tak melulu soal serius, kegiatan ekstra yang mendidik namun tetap menghibur tetap diadakan. Tiap Jum’at, santri diberikan kesempatan untuk berkuda, berenang, dan memanah – pelatihan yang dianjurkan Rasulullah. Kegiatan tersebut dikoordinir oleh kelompok pecinta alam: Sapala. “Kalau usia segini (remaja, Red.), nggak kita preasure, otaknya bisa kemana-mana,” pungkas Fauzul.

****

  Pagi yang cerah namun tetap dingin. Seperti hari Minggu di tiap bulannya, Isy Karima dipadati ratusan orang. Mereka datang sekeluarga. Beberapa diantaranya mulai menggelar daganggan. Parfum, kopiah, buku, dan keperluan ibadah lengkap berjejer di karpet. Sembari menunggu jam 7 tiba, orang ramai menawar dagangan yang ada. Pengajian Ahad pagi yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu itu nampaknya menjadi agenda sepesial tersendiri.
Tepat jam 7, Sihabudin memulai materi pagi itu. Jamaah berderet memenuhi ruangan lantai tiga salah satu gedung. Sementara itu, kaum ahwat berkumpul di dekat mesjid sambil memperhatikan penjelasan Sihabudin lewat layar LCD TV 40 inch. “Kata Nabi, minum sebaiknya sembari duduk. Penelitian membuktikan itu bisa membasahi usus agar tetap sehat,” ujar Sihabudin. Materi pengajian biasanya soal persoalan yang dekat dengan umat. “Soal minum saja mesti meneliti berpuluh tahun, padalah syareat sudah menganjurkan sejak dulu,” ucap direktur Isy Karima itu memperjelas maksudnya. Ia menekankan bahwa Ilmu pengetahuan barat yang empiris semakin membuktikan kebenaran ajaran Islam.
Awalnya, pengajian ahad pagi adalah usaha Isy Karima untuk mulai terbuka dengan masyarakat. Seiring terus berhembusnya isu terorisme, Isy Karima pun tak ayal sering terpojokan. Pesantren itu ingin membuktikan bahwa mereka berdakwah secara damai. Keterbukaan paling tidak menghindarkan dari adanya fitnah. Dakwah Islam mesti disajikan sebagai rahmat bagi umat manusia.

Sihabudin sangat percaya bahwa dengan Ilmu harkat umat muslim bisa lebih baik. Dia mencontohkan bagaimana kerja keras negara-negara yang akhirnya bangkit. Hal yang pertama bangsa itu lakukan adalah meningkatkan keilmuannya. “Kita ingin pesantren maju, Indonesia maju,” tutur pria bernama lengkap Sihabudin Abdul Muiz ini. Isy Karima dengan sejumlah dakwahnya dimaksudkan demi kepentingan umat yang lebih besar.

bersama masyayikh
Kedatangan banyak syeh dari timur tengah juga dimaksudkan agar transfer ilmu lebih mudah terjadi. Santri bisa mendapat pengetahuan langsung dari sumber yang kompeten. Isy Karima tak ingin jika hanya mereka yang bisa mengakses ilmu dari masayeh. Beberapa tahun ini Isy Karima mengajak pesantren lainnya ikut menimba ilmu dari masayeh dalam sebuah halaqoh. Peserta halaqoh hadir dari bermacam pesantren dengan mahzab dan ormas yang berbeda pula. Momen itu sekaligus sebuah pembuktian bahwa Isy Karima itu netral pun tak berafiliasi dengan ormas manapun.
   Isy Karima terus memperluas jaringannya dengan para ilmuan. Hampir tiap bulan ada masyayeh yang berkunjung. Terkadang pesantren hingga kuwalahan untuk menentukan jadwal karena minat masayeh untk membagi ilmunya di Isy Karima terus meningkat. Sebuah rumah joglo bernuansa tradisional bahkan sengaja dibangun sebagai tempat menginap para tamu intelektual tersbut. Sihabudin pun tak membatasi bahwa tamu intelektual mesti datang dari timur tengah. “Semisal ada dari Jerman, ahli boeng, mau datang, tak masalah,” ujarnya.
Sikap Sihabudin tersebut didasari banyak fakta bahwa ilmu modern seperti sains pada akhirnya tunduk pada kebenaran al qur’an. Ia mencontohkan mujizat turunnya air hujan. Setelah lama meneliti orang barat baru mengerti proses turunya air hujan. Padahal, qur’an lewat surahnya telah cukup jelas menerangkan ihwal mujizat terjadinya hujan. Sihabudin menerangkan misi Isy Karima kedepan adalah untuk membumikan al qur’an. “Semua konsep qur’an kita aplikasikan ke sebuah penelitian,” tegas ayah dari dua orang anak ini. Tak main-main, Isy Karima bahkan telaj bekerjasama dengan UIN Malang untuk mencapai mimpi tersebut.
Misi itu juga Isy Karima tuangkan dalam proses pembelajarannya. Sedari awal, santri dikenalkan pada sains sembari memantapkan ilmu qur’anya. Setelah lulus, para santri melanjutkan ke universitas papan atas untuk belajar sains. Ketika ilmu sains mereka mencukupi, pemahaman qur’an para santri mesti diaplikasikan ke sebuah penelitian. Dengan itu sains yang kelak berkembang akan sesuai dengan qur’an dan bisa memberikan berkah pada umat manusia. “Kita itu harus selalu berubah, kita itu harus maju,” imbuh Sihabudin.
Model dakwahnya yang tergolong modern terkadang menuai cibiran beberapa ormas dan aktifis Islam. Apalagi, di tengah kompleks pesantren berdiri tegap bendera merah putih. Beberapa aktifis Islam menilai negatif kebijakan Isy Karima tersebut. Merah putih dinilai toughut dan tak boleh digunakan. Sihabudin menilai itu tidaklah tepat. “Sarung aja kalau antum kerek, antum hormati ya syirik,” katanya. Pada masa kepemimpinan Rasullulah Muhammad, bendera juga telah digunakan. Kala itu setiap kabilah memiliki bendera sendiri. Tujuannya adalah sebagai tanda.
Ia mengajak semua untuk bisa membedakan mana yang prinsip dan mana yang simbolik. Termasuk pandangnya terhadap konsep negara, ia mengajak umat Islam untuk sama-sama memperbaiki keadaan dari diri sendiri terlebih dahulu. Nilai Islam dalam sebuah negera jangan semata dipandang dari sisi simbol semata melainkan dari nilainya.   
****
Rizki Fathcurozi seorang diri mencari-cari bukunya di kelas. Ia cukup kesulitan karena semua buku tetumpuk di laci sempitnya. Santri Isy Karima memilki kebiasaan meninggalkan buku pelajarannya di kelas.  Tak ayal kelas Rizki memang lebih mirip perpustakaan pribadi. Ibaratnya, dari buku A sampai Z ada.
Setelah sekian lama pencariannya, Rizki akhirnya mendapat buku yang ingin ia baca sore itu. Ia segera larut bersama isi bukunya. Ia teramat tertarik dengan sains. Meski menuntut ilmu di pesantren, tak berarti Rizki meski awam dengan sains. Pesantrennya justru menekankan bahwa produk Isy Karima harus menjadi Hafidz yang ilmuan.
Sejatinya hari itu Isy Karima telah libur setelah selesai ujian semester. Bisa saja Rizki melupakan sejenak bukunya dan beristirahat unutk belajar. Namun ia tak mau menyia-nyiakan waktu. Ia mestu berusaha keras agar bisa mewujudkan mimpinya kuliah. “Iseng saja, daripada tiduran di asrama,” ucap santri asal Samarinda, Kalimantan ,,, ini. Kebanyakan santri lain masih di asrama dan sebagian lainnya tengah memancing.
Seperti Adit dan keempat kawannya. Mereka tengah asyik memancing di sungai kecil belakang pondok. “Strike,” ucap Adit lantang disambut teriakan gembira kawannya. Sekor ikan gabus kecil terkail pancing Adit. Secara hati-hati ia melepas kail yang tertancap di mulut gabus. Mereka tak berniat memasak ikan tersebut. Ikan gabus itu cukup beruntung karena ia malah dimasukan ke sebuah kolam terpal kecil. “Kita mau pelihara gabus ini sama lele,” ucap salah seorang kawan Adit. Untuk mengusir jenuh dari hafalan dan beban pelajaran, beberapa santri menggeluti hobi yang mereka senanggi. Hobi selayaknya remaja di luaran sana.
adit(kaos hijau) dan pecinta kuda ^^
Menurut Adit, pesantren memang memberikan kesempatan santrinya untuk refresing. Selain dia yang gemar memancing, beberapa kawannya ada yang mengisi waktu luang dengan berkuda. Isy Karima memang memiliki enam ekor kuda. Selain untuk kegiatan formal, kuda-kuda tersebut juga sering digunakan oleh santri tuk melepas lelah. Beberapa santri lainnya pun tetap bisa melakukan hobinya, asal tidak melanggar aturan pondok. Mewakili sesama santri, Adit mengaku bahagia dengan kebijakan Isy Karima tersebut. Setidaknya, jenuh dan letih menghafal bisa bisa terobati.
Namun demikian Isy Karima tetap menerapkan peraturan yang ketat dan tegas. Tepat di depan masjid, terpampang sepanduk sekitar sepuluhan meter bertuliskan visi misi Isy Karima, tak terkecuali jenis pelanggaran dan sanksinya. Jenis palanggaran dikelompokan menjadi dua yakni pelanggaran jenis C dan D. Kategori C untuk pelanggaran yang terbilang ringan dan kategori D untuk pelanggaran berat dengan saknsi dikeluarkan dari maha’d. Pelanggaran C terkait kenakalan remaja seperti bertengkar fisik sedang pelanggaran aqidah seperti meninggalkan shalat fardu dan puasa Ramadhan secara sengaja.
Bagi Adit, peraturan itu tidaklah membebaninya. Jarang ada santri yang melanggar. Semua dilakukan secara sadar tanpa ada tekanan yang berlebihan. Apalagi tiap sisi pesantren telah terpasa CCTV. Bahkan, CCTV itu dioperasikan secara on line. Di manapun direktur Isy Karima berada, ia dan santri lainnya tetap terpantau. Tentu, Adit mesti benar-benar menjaga sikapnya.

 Diterbitkan di Majalah Isra', Pusham UII

Senin, 01 Oktober 2012

Aksi Muslim Solo Menentang Film Hina Rosulullah



pasukan 2menara
"Alasan kebebebasan berkespresi yang menjadi dasar dibuatnya film tersebut tidak masuk akal dan patut dipertanyakan. Pertanyaannya, apakah kebebasan yang dianut Amerika bisa melakukan apa saja, termasuk menghina Nabi agama lain," tanya Zainal Arifin Adnan kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah, Minggu kemarin (30/9/2012).Eramuslim.com

 Belasan ribu umat Islam Surakarta siang (Ahad 30/9) menggelar apel siaga menyikapi film pelecehan Nabi Muhammad SAW "Innocence of Muslims" buatan Amerika. 
perwakilan MUI yg hadir

Apel Siaga Umat Islam Soloraya siang tadi didukung sepenuhnya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Solo.



Sholat di Lapangan Kota Barat.
Panitia Apel Siaga umat Islam Soloraya sedianya akan mengumpulkan seluruh umat Islam Solo di Lapangan Kota Barat. Akan tetapi siang tadi, Lapangan Kota Barat sedang digunakan aktifitas kelompok Solo Hijabers. Oleh karena itu, peserta Apel Siaga kemudian dialihkan ke Masjid Kota Barat.

Ba'da Dhuhur, puluhan ribu umat Islam Soloraya mulai memadati area Kota Barat. Peserta Apel Siaga kemudian berbaris rapi. kemudian long march menuju Balaikota Solo, tempat diselenggarakan mimbar orasi dalam Apel Siaga umat Islam Soloraya.

Berbagai ormas Islam seperti Forum Komunikasi Aktifis Masjid (FKAM), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), FPI, Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS), Majelis Tafsir Al Qur'an (MTA), dan berbagai Pondok Pesantren se-Soloraya mengikuti apel siaga siang ini.
Saking banyakya peserta long march, bahkan ketika rombongan terdepan sudah sampai di Bundaran Gladag, barisan paling belakang masih berada di kawasan Sriwedari depan Pengadilan Negeri Surakarta.
muslimdaily.net

Gabungan Ormas Islam se-Solo Raya yang terdiri dari LUIS, JAT, FPI, Banser, MTA, Ponpes Al Mukmin Ngruki, Ponpes Isy Karima Karanganyar, Hisbullah, FKAM, MMI dan Ormas Islam lainnya mengambil titik kumpul di Lapangan Kota Barat Solo.

Di pimpin Koordinator lapangan,Salman Al Farizi dari LUIS, mereka bergerak melakukan longmarch menyusuri Jl.Slamet Riyadi menuju Balai Kota.
Yel-yel dan gema takbir membuat masyarakat keluar menyaksikan “show of force” umat Islam Surakarta, sembari  mengabadikan moment tersebut dengan kamera maupun Ponselnya.
Sesaat kemudian Halaman Balai Kota Surakarta berubah menjadi lautan manusia yang terus menggemakan takbir, bahkan barisan komando Islam tersebut meluber sampai bundaran Gladag Solo.
Puncak Apel Siaga Umat Islam yang mengambil tema aksi “Islam Solo Masih Ada” tersebut dibacakan resolusi yang ditujukan kepada Sekjen PBB, Presiden RI dan Walikota Solo yang berisi antara lain, MUI bersama elemen Islam di Surakarta mengutuk peredaran film “Innocence of Muslim” yang merupakan fitnah dan penghinaan bagi umat Islam.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More